Nasionalisme
- Pengertian
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan
dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Nasionalisme (dalam arti negatif) adalah suatu sikap yang
keterlaluan, sempit, dan sombong. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri begitu
saja dianggap benar, sampai kepentingan dan hak bangsa lain diabaikan.
Para nasionalis menganggap negara adalah
berdasarkan beberapa “kebenaran politik” (political legitimacy). Bersumber dari
teori romantisme yaitu “identitas budaya”, debat liberalisme yang menganggap
kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua
teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola
pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama
dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari
situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka
untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari
sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu
rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau
menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan
musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Dalam zaman modern
ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme
secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah.
Para ilmuwan politik biasanya menumpukan
penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
Negara nasional hanya mungkin dibentuk dan berfungsi dengan
baik berdasar faham nasionalisme. Faham nasionalisme mengajarakna bahwa suatu
bangsa bernegara dapat dibangun dari masyarakat yang majemuk, jika warga
masyarakat itu benar – benar bertekad kuat untuk membangun masa depan bersama,
terlepas dari perbedaan agama, ras, etnik. Nasionalisme adalah suatu visi,
suatu persepsi, dan bangsa yang dibangun berdasar visi ini adalah suatu “ imagined
community “ sebuah komunitas yang dibayangkan.
2. Berbagai bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian
paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan
dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen
tersebut.
Nasionalisme
kewarganegaraan
(atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak
rakyat”; “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan.
Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia “Mengenai Kontrak Sosial”).
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah
masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried
von Herder, yang
memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).
Nasionalisme
romantik
(juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas)
adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran
politik secara semulajadi (“organik”) hasil dari bangsa atau ras;
menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah
bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik;
kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya
“Grimm Bersaudara” yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah
yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat
keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah
berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat
negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan
budaya mereka tetapi menolak RRC
karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme
kenegaraan
ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan
nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih
keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu
selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ‘national
state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang
lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap ‘Jacobin‘ terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme
masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi
mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk
golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana
nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada
kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan
penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di
Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu,
lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme
keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber
dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP
bersumber dari agama
Hindu. Namun
demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan
bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin
oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia
bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk
menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara
merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap
dikaitkan dengan kebebasan.
3. Sejarah nasionalisme
Nasionalisme muncul pada akhir abad 18 dalam suasana
liberalisme antara bangsa – bangsa eropa yang merasa perlu menekankan identitas
dan kesamaan derajatnya dengan inggris dan perancis yang pada waktu itu paling
maju. Nasionalisme berkobar dan sengaja dikobarkan pada abad 19. Bangsa eropa
timur, Asia, Afrika pada abad 20 dengan gigih berjuang untuk membangun
identitas nasional sebagai hal yang baru.
Dalam kenyataannya nasionalisme telah berkembang cepat ke
seluruh Eropa sepanjang abad 19, dan abad 20 menjadi suatu gerakan dunia yang
bersifat universal. Kata Nasionalisme memiliki arti positif hanya di Negara
Amerika latin, Afrika, Timur tengah, dan Asia. Sedangkan di Negara barat lebih
cocok dengan kata patriotisme., karena nasionalisme secara umum dibayangkan
sebagai sesuatu yang jelek. Hal ini dapat dipahami karena bagi negara – Negara
penjajah rasanya nasionalisme dianggap gangguan.
4. Nasionalisme di Indonesia
Semangat nasionalisme bangsa kita
kembali diperlihatkan masyarakat bangsa ini dalam kasus ketegangan antara
Indonesia dengan Malaysia beberapa tahun lalu, yaitu perihal pulau Ambalat di
laut Sulawesi, Wilayah Kalimantan Timur. Sebuah pulau yang berada dalam wilayah
kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) tetapi masih diklaim Malaysia sebagai
bagian dari wilayah kedaulatannya. Lahirnya posko atau front perlawanan
terhadap Malaysia di Sulawesi selatan yang disebut Front Ganyang Malaysia (FGM)
dan Gerakan Anti Arogansi Solo (Gemars) dan berbagai wacana public di media
massa dan forum-forum lainnya jelas memperlihatkan semangat nasionalisme.
Ekspresi semangat nasionalisme tersebut memang sangat baik sebagai perwujudan
sebuah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Dan ini juga yang
menjadi pelatuk yang sangat baik dimana kasus ambalat telah membangkitkan
kembali semangat nasionalisme anak-anak bangsa yang sekian lama agak memudar
rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Dan memudarnya rasa kebangsaan bagi
bangsa Indonesia inilah yang sesungguhnya menjadi problema nasionalisme itu
sendiri.
Memudarnya rasa kebanggaan bagi
bangsa selama beberapa tahun belakangan ini sesungguhnya disulut oleh menguatnya
sentiment kedaerahan dan semangat primodialisme pasca krisis.
Suatu sikap yang sedikit banyak
disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar anggota dan kelompok masyarakat bahwa
kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung nilai-nilai seperti
keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya menjadi retorika
kosong. Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegak
hukum dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis untuk membangkitkan
semangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampak
bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dan
negaranya sendiri. Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun
terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi, penyebab dari
memudarnya rasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh paradigma tentang bangsa
dan nasionalisme yang kita anut berjalan ditempat. Padahal, perkembangan
nasional dan global menurut paradigma yang disuaikan dari waktu ke waktu sesuai
dengan keadaan bangsa dan negara yang berdaulat. Dari dalam itulah lahir
kesadaran berbangsa dan bernegara yang pada hakikatnya merupakan kesadaran
politik yang normatif. Dari sini pula kesadaran yang merupakan janin suatu
ideologi yang disebut nasionalisme. Dalam arti nasionalisme sebagai suatu paham
yang mengakui kebenaran pikiran bahwa setiap bangsa demi kejayaannya seharusnya
bersatu bulat dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari nasionalisme
ini lahirlah ide dan usaha perjuangan untuk merealisasi Negara bangsa. Di
Indonesia, ide dan usaha seperti ini berkembang kuat pada tahun 1930-an dan
memuncak pada tahun 1940-an. Yang kemudian menjadi problem dasar disini adalah
apakah tegaknya suatu bangsa yang pada hakikatnya merupakan suatu produk
kesadaran politik bernegara itu dapat dilakukan tanpa landasan kultur dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, sebab
tantangan yang paling berat bagi sebuah Negara yang berdaulat sesungguhnya
adalah bukan terutama pada sikap ekspansif dari negara tetangga seperti
Malaysia dalam kasus pulau Ambalat ini, tetapi lebih pada faktor kultur atau
pemeliharaan budaya, sikap hidup atau perilaku hidup sehari-hari seperti
bagaimana kita menciptakan keadilan, perikemanusiaan dan lain-lain dalam bangsa
dan Negara ini. Selain itu, karena dalam era modern ini setiap bangsa semakin
menghormati kedaulatan bangsa lain. Meskipun dalam beberapa kasus di dunia ada
Negara yang masih kurang menghormati kedaulatan Negara lain.
Dengan memudarnya nasinalisme, yang
terutama disebabkan oleh begitu tingginya ketidak-adilan; korupsi yang
merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak diselesaikan
secara tuntas lewat jalur hukum dan lain-lain maka musuh bangsa yang paling
utama sekarang adalah bukan penjajah, bukan sikap ekspansif atau sikap agresor
Negara tetangga, melainkan birokrasi yang korup, ketidak-adilan dan/atau
ketidakmerataan ekonomi dan politik, kemiskinan, kekuasaan yang sewenang-wenang
dan sebagainya. Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggran
HAM yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidak-adilan
antara pusat dan daerah dan sebagainya harus segera diperhatikan secara serius.
Nasionalisme dengan munculnya gerakan perjuangan fisik melawan Malaysia
misalnya, bila Malaysia nekat menggangu kedaulatan RI dengan mengambil atau
merampas pulau Ambalat, merupakan sesuatu perilaku atau sikap yang sangat
terpuji. Kita semua jelas sangat mendukung setiap usaha TNI dan para
sukarelawan yang berusaha menjaga keutuhan kedaulatan Negara RI. Tetapi, kita
tidak bisa lengah sedikitpun untuk memerangi musuh bangsa kita sendiri yang
korup, menyalah-gunakan kekuasaan dan sebagainya. Karena nasionalisme kita
sekarang bukan berkaitan dengan penjajah, atau terutama terhadap perilaku
ekspansif atau agresor Negara tetangga, melainkan harus dikaitkan dengan
keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidak-adilan, perlakuan
yang melanggar HAM dan lai-lain. Artinya nasionalisme saat ini adalah
usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara dari kehancuran akibat
korupsi dan penyalah-gunaan kekuasaan. Perilaku korup, menggelapkan
uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi
memperkaya diri, perilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda kekuasaan,
tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, gemar menerima dan menyogok
uang pelicin, uang semir, uang kopi dan sebagainya adalah perilaku
antinasionalisme yang harus diberantas. Dan pahlawan era sekarang bukan saja
mereka yang berani menumpas agresor atau penjajah, tetapi juga mereka yang
berkata tidak terhadap korupsi dan berbagai bentuk penyalah-gunaan wewenang
dan/atau kekuasaan itu. Pahlawan seperti ini tidak kalah mulianya dengan
pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisik melawan siapapun yang
mencoba menggangu kedaulatan bangsa dan negara.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang harus menjadi catatan kita kedepan
adalah bagaimana menumbuh semangat nasionalisme cinta tanah air dalam diri
anak-anak bangsa. Adalah semangat untuk berperilaku jujur, berdisiplin, tidak
korup dan berani untuk melawan segala ketidak-adilan, kesewenang-wenangan
kekuasaan dan lain-lain, disamping semangat dan keterampilan fisik seperti
militer untuk menghadapi setiap kekuatan yang menggangu kedaulatan Negara RI.
Sebuah kekuatan dan harga diri
bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatan bersenjata dengan seluruh
persenjataan perang yang canggih, melainkan juga atau bahkan yang pertama
adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas dan bermartabat.
No comments:
Post a Comment